Bermain adalah aktivitas penting bagi anak-anak dan merupakan hak yang harus dijaga dan dihormati. Hak ini tidak hanya diakui secara universal tetapi juga mendapatkan tempat istimewa dalam ajaran Islam. Dalam berbagai riwayat, kita menemukan bagaimana Nabi Muhammad Saw memberikan teladan tentang pentingnya bermain bagi anak-anak.
Salah satu kisah yang sering dirujuk adalah ketika Nabi Muhammad Saw membiarkan cucunya bermain kuda-kudaan di punggungnya saat beliau sedang salat. Peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya memberikan ruang bagi anak untuk bermain, bahkan dalam momen-momen serius seperti salat.
Seperti yang tercantum dalam hadis dari Abdullah bin Syaddad, ketika Nabi Muhammad Saw memanjangkan sujudnya saat salat karena cucunya sedang bermain di punggungnya, beliau menjelaskan bahwa sujud yang lama itu bukan karena wahyu atau sesuatu yang mendesak, tetapi karena beliau tidak ingin mengganggu cucunya yang sedang bermain. Sikap Nabi ini mencerminkan betapa pentingnya memberikan waktu dan ruang bagi anak-anak untuk bermain tanpa terburu-buru.
Hak anak untuk bermain juga diakui dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pasal 61 Undang-Undang Hak Asasi Manusia (UU HAM) menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya.
Undang-Undang Perlindungan Anak juga menegaskan hak ini dalam Pasal 11, yang menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
Lebih lanjut, dalam Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak, ditegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengupayakan dan membantu anak agar dapat menikmati hak-hak tersebut. Ini mencakup menyediakan sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan, serta memastikan anak-anak bebas untuk beristirahat, bermain, berekreasi, dan berkreasi.
Dari perspektif Islam dan perundang-undangan, jelas bahwa bermain adalah bagian penting dari perkembangan anak. Bermain tidak hanya membantu anak dalam mengembangkan kemampuan fisik dan kognitif, tetapi juga membangun keterampilan sosial dan emosional yang penting untuk kehidupan mereka di masa depan.
Oleh karena itu, memberikan ruang dan kesempatan bagi anak-anak untuk bermain adalah tanggung jawab kita bersama, baik sebagai orang tua, masyarakat, maupun negara. Dengan memastikan bahwa setiap anak mendapatkan hak untuk bermain, kita berkontribusi dalam menciptakan generasi yang sehat, bahagia, dan berdaya saing di masa depan.
Referensi:
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “Fikih Perlindungan Anak”, dalam Berita Resmi Muhammadiyah: Nomor 03/2022–2027/Syakban 1445 H/Februari 2024 M, Yogyakarta: Gramasurya, 2024.
Source : https://muhammadiyah.or.id/2024/07/hak-bermain-anak-dalam-perspektif-islam-dan-perundang-undangan/